
Ilustrator oleh Obby Tukan
Pesta Kampung 2024: Suara Dari Hulu
Sebagai ‘festival proses’ yang menyoroti dan menginisiasi praktik ‘telusur-rekam-salur’ pengetahuan setempat, Pesta Kampung digerakkan sebagai wahana terkini dalam menumbuh-kembangkan kesenian, budaya, maupun kreativitas di kalangan orang muda. Itu bagaikan usaha menerbangkan pesawat ulang-alik. Sebelum muatannya mengorbit, armada perlu dimanuver dengan tenaga pendorong dan persediaan bahan bakar peluncurannya. Pokok dari itu juga adalah fungsi ulang-aliknya.
Demikian sama pengertiannya dengan ‘telusur-rekam-salur’ sebagai metode di segenap lapisan kerja pengamatan, pendokumentasian, pengaryaan, dan penyebaran pengetahuan lokal yang kontinu dalam menyemai festival ini. Di sinilah proses-proses dan pengadaan produk kreatif menjadi penting ditempuh dengan pencatatan, dialog, eksplorasi gagasan, kolaborasi, praktik kolektif, dan turut serta pemajuan kondisi ke arah yang relevan membangun kota dengan kesenian.
Pesta Kampung 2024 bertajuk “Suara Dari Hulu” hendak menyelami sambil menjejali itu. Cara yang paling mungkin adalah meneladani hal-hal mendasar dan bermakna dari pengetahuan budaya yang tampaknya masih banyak terbenam di sekeliling kita. Paling tidak menimbulkannya dengan getaran dahulu, daya itu baru bisa kita dengarkan kemudian. Di sanalah saatnya karya anyar mestinya berdaya menemukan orbitnya.
Aden Firman
Kampung Tengah, 5 April 2024

SERI #1 | 17 MEI 2024
Seni, Warga, Kota, dan Wisata: Mau Dibawa ke Mana?
Seturut dengan perkembangan kepariwisataan di Labuan Bajo, kami penasaran di sisi inisiatif seni, warga dan kotanya, khususnya generasi muda yang kian memungkinkan tumbuh adaptif di antaranya. Bahwa industri pariwisata berbasis budaya dibuktikan di berbagai wilayah memiliki banyak keunggulan ketimbang industri lainnya dalam peningkatan pendapatan devisa. Namun dalam perkembangan itu tampak terjadi dominasi wisata dan komodifikasi kebudayaan sebagai bentuk transformasi nilai guna menjadi nilai tukar. Komodifikasi menunjukkan proses bagaimana produk-produk kultural dirumuskan sesuai dengan kepentingan pasar demi melayani dan menyenangkan hati wisatawan.
Dalam percepatan pembangunan di wilayah strategis dan pusat kota wisata, Labuan Bajo mengalami peningkatan fungsi sebagai kota-kota pusat pertumbuhan nasional. Lantas membuatnya disematkan sebagai “kota sulap” atau alangkah beritikad disebutkan sebagai wilayah ‘kota yang cepat tumbuh’. Di kota ini, perihal itu menuai berkat, tetapi tak sedikit justru disertai juga dengan kemunculan perkara-perkara yang dihadapinya.
Lalu dalam konteks yang lebih luas, kehidupan yang adil, aman, dan setara merupakan ciri-ciri yang ditandai dalam kebudayaan yang bermutu dalam pertumbuhan suatu kota yang dilandasi pada wujud moral, norma, etika, dan estetika warga kotanya dalam melakoni taraf kehidupannya dengan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan nilai-nilai lain sebagainya. Dengan konteks kesenian, bagaimana dominasi wisata itu perlu kita pandang? Bagaimana keselarasan atau pun keseimbangan antara kebutuhan pariwisata dan pemeliharaan budaya yang mesti ditempuh warganya? Bagaimana caranya? Sementara warganya menghadapi lompatan kehidupan yang tampaknya amat singkat atau yang kita ketahui sebagai percepatan pembangunan ini.
Sejumlah pertanyaan mendasar hendak dibuka dalam seri kick-off menuju Pesta Kampung 2024: Suara Dari Hulu sebagai penelusuran dan pencatatan lanjutan tahun kedua festival ini berupa dialog yang disertai dengan riset partisipatif demi adanya upaya dan akses dalam menyerap pengetahuan yang berkembang oleh peran-peran aktif berbagai pihak di kota ini, sekaligus menyuplai kerja-kerja kesenian yang terbuka melalui pendekatan eventual.
Pada Seri #1 Road to Pesta Kampung 2024 ini, kolektif Videoge mengundang pemantik diskusi untuk berbagi pandangan serta praktik baik yang bertalian dengan pemajuan daya warga kota yang bertumpu pada pengetahuan budaya dalam membangun bersama wacana dan praktik kesenian, inisiatif warga, serta daya kolektif menghadapi kondisi-kondisi terkini di kota ini.

Agustinus Jota
Putera Manggarai Barat yang menamatkan pendidikan sekolah dasarnya di Boleng. Setelah melanjutkan pendidikan sekolah menengah pertama di SMP Rekas, beliau memutuskan untuk masuk ke Seminari St. Yohanes Paulus XXIII Labuan Bajo. Sempat melanjutkan pendidikannya sebagai calon pastor ke STFK Ledalero (sekarang Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif Ledalero), beliau akhirnya memutuskan untuk mengenyam studi di jurusan komunikasi Unika Kupang. Saat itulah beliau mulai berkenalan dengan dunia jurnalistik. Hal ini digelutinya cukup serius sehingga ia pun sempat dipercayakan menjadi pengurus publikasi organisasi PMKRI, jurnalis Timor Express dan Pos Kupang. Ia menyelesaikan studi komunikasi dengan skripsi tentang simbol kebudayaan Manggarai yang terdapat dalam Tarian Caci. Selepas menyelesaikan studi, ia tetap bekerja sebagai jurnalis. Namun, di tahun selanjutnya Agustinus Jota memutuskan untuk menjadi pegawai negeri sipil di kampung halamannya, Manggarai Barat. Sejak saat itulah beliau memulai karirnya sebagai abdi daerah dan negara. Hingga saat ini, beliau telah dipercayakan sebagai kepala bidang budaya dan kesenian, Dinas Pariwisata, Ekonomi Kreatif dan Kebudayaan Kabupaten Manggarai Barat.

Hortensia Herima
Biasa dipanggil Osi. Ia lahir di Purangkilit pada tanggal 30 Juli 1981. Ia punya banyak hobi, yang jelas hobi yang positif (olahraga volly, tennis meja, menyanyi, dan berwisata). Pekerjaannya saat ini adalah Aparatur Sipil Negara, seorang guru yang diberikan tugas tambahan sebagai kepala SMK Negeri 3 Komodo tempatnya bekerja sekarang. Sebelumnya ia menjadi kepala SMK Negeri 1 Lembor Selatan. Ia adalah seorang guru kampung yang tidak kampungan dan suka ‘out of the box’ untuk hal-hal positif. Tugas tambahan lain sebagai ketua MKKS (Musyawarah Kerja Kepala Sekolah) SMK Kabupaten Manggarai Barat, ketua kwartir ranting gerakan Pramuka Kecamatan Lembor Selatan, Sekretaris PGRI Kecamatan Lembor Selatan, pengelola Taman Baca Masyarakat (TBM) The Angle’s, dan pegiat literasi.

Karolus Vitalis
Budayawan kelahiran Melo, 4 November 1968. Bapak Karel adalah Kepala Desa Liang Ndara yang didapuk sejak tahun 2016 dan 2022. Desanya sempat menginisiasi Festival Desa Liang Ndara pada tahun 2017 kemudian tahun 2021 mendapatkan penghargaan sebagai Desa Wisata Berbelanja oleh Kementerian Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif. Berkat pengalaman sebagai kepala desa, tahun 2021 hingga sekarang didapuk juga sebagai Ketua Asosiasi Desa Wisata (ASIDEWI) Kabupaten Manggarai Barat. Sempat pula menjadi fasilitator dalam program pengembangan desa bersama sejumlah lembaga swadaya masyarakat sejak tahun 2005 hingga 2015.

Paul Hanny Wadhi
Atau akrab disapa Paul adalah musisi dan dosen Politeknik eLBajo Commodus Labuan Bajo. Ia menamatkan pendidikan di Universitas Sanata Dharma pada tahun 2005. Dua tahun setelah itu, Paul merintis karirnya sebagai sales manager di Ramada Bintang Bali Resort (2008-2020) sembari melanjutkan studi magister di Universitas Udayana (2014-2016). Pada tahun 2021 kembali ke Flores, lalu menetap di Labuan Bajo untuk memulai karirnya di bidang pendidikan dengan menjadi dosen. Ia mengampuh beberapa mata kuliah, salah satunya Pemahaman Lintas Budaya. Selain kesibukan sebagai pengajar di sekolah wisata tersebut, beliau juga kerap bergelut sebagai peneliti dan penulis di bidang pariwisata dan budaya (seni). Beberapa karya penelitian dan penulisannya bisa ditemukan di sejumlah jurnal dan media masa. Pun karya-karya musiknya dapat dinikmati di berbagai platform musik seperti Spotify, Apple Music, dan Youtube.

Aden Firman
Aden Firman bekerja dengan audio-visual, meneliti dan menulis. Organiser komunitas dan kurator di Kolektif Videoge. Bersama komunitas mengelola Bawakolong Space. Di kesempatan lain, ia mengerjakan juga proyek musik solonya di Bunyi Waktu Luang, ikut membentuk kelompok musik instrumental Mori dan kadang-kadang mengerjakan sejumlah proyek desain musik tari, teater dan film dokumenter.

Marto Rian Lesit
Lahir di Wae Sambi, Labuan Bajo. Pernah bergiat di Teater Tanya dan Komunitas KAHE. Ia melakukan ragam kerja penyutradaraan, riset, program dan produksi seni terutama teater. Juga menulis naskah teater, puisi, cerpen dan esai. Selama ini tengah bergiat di Labuan Bajo dengan Videoge Arts and Society, Teater Siapakita, Kamus, Forum Tana Lino dan Lempakart. Beberapa kerja dan karya terbarunya, sutradara dan produser di pertujukan teater boneka “Rumah Baru Untuk Flo: The Hobbit from Flores”, beberapa pertunjukan teater anak bersama WVI, Tim Kerja, peneliti dan penulis di Makassar Biennale 2023, sutradara beberapa film dokumenter Cagar Budaya NTT (TVRI; 2023-2024), Manajer Program Pesta Kampung (2024).
Pimpinan Produksi
Muhammad Burhanudin Rabani
Sekretaris Produksi
Serli Hagul
Bendahara Produksi
Iqra Sila
Koordinator Acara
Musfika Syam
Master of Ceremony
Saputri Firman
Koordinator Perlengkapan
M Hairul Akbar
Artistik & Tata Tempat
Memo Johar & Syahril Anwar
Sound System
Yon Patung
Dokumentasi
Ans Ikun & Saddam Husen
Media Sosial
Saputri Firman
Admin Website
Yosefina Safira Intan
Transkrip & Penulisan
Serli Hagul & Saputri Firman
SERI #2 | 7, 8, 9 JUNI 2024
Malam Turo Vol. 4, 5 & 6
Malam Turo merupakan pertunjukan intim bersama musisi setempat dengan karya-karya original. Pertunjukan musik ini disertai dengan sesi diskusi dengan tema spesifik yang terjadi di sekeliling kita sekaligus sebagai giat produksi wacana dan praktiknya. Terutama saat ini adalah upaya saling memantik dan membangun lingkungan kesenian dan budaya orang muda serta praktik bermusik di masa terdahulu sebagai jembatan untuk memandang pergerakan musik hari ini. Selain itu, inisiatif ini hendak membangun kebiasaan mementaskan dan menonton karya-karya yang diciptakan seniman di sekitar kita.
Malam Turo tahun ini mengajukan tema spesifik dalam program berkelanjutan bertajuk “MUSIK DALAM KOTA” yang didistribusikan melalui bentuk music showcase Malam Turo Volume ke 4, 5, dan 6 antara lain “Merenungkan Lagu-Lagu Pop Daerah Manggarai”, “Yang Bergema Dari Kota Dingin”, dan “Selayaknya Lagu, Panggung Juga Bisa Diciptakan”.
Malam Turo kali ini menjadi rangkaian seri kedua Road to Pesta Kampung 2024: Suara Dari Hulu yang diinisiasi oleh Kolektif Videoge dan bekerjasama dengan komunitas, seniman, dan kreator yang berbasis di Labuan Bajo
Eddy Ngambut
Eddy Ngambut adalah pencipta lagu dan penyanyi. Ia bahkan dikait-kaitkan sebagai perintis alias cikal bakal kemunculan lagu pop daerah Manggarai sekitar tahun 1975 ketika mulai menulis dan merekam beberapa lagu secara mandiri di Jakarta, sebelum tahun-tahun berikut beliau pulang kampung. Beberapa karya beliau, sebagai contoh, sebut saja lagu “Kala Rana”, telah menjadi ingatan kolektif masyarakat kita yang ditandai dengan hadirnya lagu itu dalam pelajaran budaya di sekolah-sekolah bahkan sering dianggap lagu daerah (rakyat) Manggarai. Lagu lain seperti “Mas Mongko” atau “Bembong Lajar” hampir selalu menghiasi pesta nikah di Manggarai dewasa ini. Karya-karya Eddy seakan memiliki daya magis untuk menembus zaman, terus dinikmati oleh masyarakat Manggarai lintas era. Hingga saat ini, lagunya sudah dinyanyikan dan diaransemen oleh banyak sekali penyanyi pop daerah Manggarai bahkan dari tempat lain dan melambungkan nama mereka.
Silvester Adil Dala
Silvester Adil Dala adalah seorang penyanyi dan pencipta lagu kelahiran Wangkung Boleng Manggarai Barat, tahun 1966. Ia telah berkarya di bidang musik sejak tahun 1990. Bapa Sil, demikian ia akrab disapa hari ini. Ia telah menelurkan ratusan lagu pop daerah berbahasa Manggarai dan Indonesia. Sejak tahun 1990, Bapa Sil telah memproduksi sejumlah lima nomor album lagu pop daerah dan beberapa single termasuk lagu-lagu rohani dan mars misalnya untuk kepentingan kampanye Covid 19 dan sosialisasi KPUD III (2015). Hingga beberapa tahun belakangan, beliau tetap giat berkarya dan mengurusi organisasi musik yang disingkat PAPPRI Manggarai Barat. Pada tahun 2020 sampai 2023 ia telah menghasilkan dua belas lagu. Seturut pengakuannya pun masih begitu banyak karya musik yang belum dan sedang dipersiapkan untuk diproduksi dalam tahun 2024.
Gemanusa Project
Gemanusa Project, kelompok musik yang digagas oleh Yon Patung dan kawan-kawan di Ruteng. Grup ini resmi berdiri tanggal 25 September 2021. Mereka tertarik memadu-madankan nuansa etnik kontemporer. Bagi proyek musik ini, Manggarai dan daerah lainnya di Indonesia memiliki kekayaan musik tradisional yang amat kaya dan dapat diolah baik sebagai inspirasi, sumber penciptaan dan sampel. Mereka memilih genre musik tradisional dan pada presentasinya dikemas dalam wujud tradisional kontemporer dengan tujuan agar lebih soft dan mudah dicerna, terutama untuk kawula muda. Gemanusa Project bagi mereka merupakan sarana untuk mengenal atau bahkan belajar memainkan alat musik nusantara dan berkarya dengan itu, dimulai dari Manggarai. Gemanusa project diibaratkan jendela bunyi atau musik guna menengok masa lampau, tetapi menata bentuk-bentuk terbarukan dalam karyanya hari ini sebagai cara menatap masa depan.
Gabriel Nobear
Gabriel Nobear akrab disapa Retno, punya nama masa kecil Dogu atau No. Sejak sekolah dasar, pengetahuan bermusiknya sudah banyak dipengaruhi oleh sang ayah, David Reo. Keterampilan bermusik kala itu, melambungkan namanya sebagai keyboardist cilik yang kerap mengiringi grup paduan suara Sekolah Dasar Katolik Wae Medu di Gereja Paroki Roh Kudus Labuan Bajo. Ia juga mulai belajar vokal dan menguasai alat musik lain seperti gitar. Setamat SD, Nobear kecil sempat melanjutkan pendidikannya di Seminari Pius XII Kisol. Di tempat persemaian calon pastor inilah ia belajar untuk semakin mantap bermusik. Berkenalan dengan format grup band bahkan menjadi pilihan utama sebagai gitaris band sekolah. Tak lama berselang, Nobear memutuskan untuk melanjutkan pendidikan hingga menamatkan sekolah di SMA Katolik St. Ignatius Loyola Labuan Bajo sembari terus mengasah kemampuan sebagai gitaris. Pada tahun 2012 Nobear merantau ke Surabaya dengan status sebagai mahasiswa jurusan matematika di salah satu universitas. Di sanalah gelora bermusiknya tersalurkan dengan berjumpa wadah yang baik apalagi kala itu bersama Om Rony Kleden dan Kae Luis Thomas Ire. Ia bermain bersama kelompok musik KacoKampong dan Fiorola. Pulang kampung, No lantas membentuk Oldwall sebagai band yang cukup populer tampil reguler di sejumlah panggung di Labuan Bajo. Ia juga menunjukkan obsesinya membawa karya-karyanya dengan muatan bahasa dan kebiasaan sehari-hari orang Manggarai dengan lebih rinci kepada dialek Kempo. Temui dan dengarkan karya-karya solonya di platform musik digital dengan nama Gabriel Nobear.
Imelda Parera
Imelda Parera adalah putri kelahiran Kampung Cempa, Labuan Bajo. Semasa kecil ia gemar sekali bermain di sepanjang pantai. Perawakannya unik, rambut bola-bola, kulit hitam manis. Juga, saking gemarnya bermain dan bergaul, Imel kecil kerap dipanggil si Iting dari Kampung Cempa. Ia menamatkan jenjang pendidikan di SDN Labuan Bajo 1, SMPN Komodo dan SMAN 1 Komodo. Setelah itu, pada tahun 1996, ia merantau untuk melanjutkan studi di jurusan akuntansi Universitas Triguna Bogor, Jawa Barat. Selain sekolah formal, Imel yang suka menyanyi pun mengasah kemampuan musiknya dengan belajar vokal dan piano di Best Music Studio dan Elfa Music Studio. Selesai kuliah dan kursus, tepatnya tahun 2001, Imel memutuskan untuk tetap stay di perantauan dan bekerja sebagai MC di berbagai acara atau event, guru vocal dan basic piano di beberapa sekolah di Bogor, Depok dan Jakarta. Setelah hampir dua puluh lima tahun merantau, Imel memilih pulang kampung pada tahun 2021. Di Labuan Bajo ia tetap bekerja sebagai guru vokal dan basic piano. Ia aktif bersama beberapa kelompok musik sebagai vokalis. Ia pun kerap memandu berbagai acara seperti konser musik dan gathering, dll. Ia juga didapuk sebagai wakil ketua bidang seni dan kebudayaan Paguyuban Nagekeo Labuan Bajo.
Berry Unggas
Berry Unggas. Saat ini tergabung dalam komunitas Teater Siapa Kita, Labuan Bajo. Sebelumnya aktif di Komunitas Teater Tanya Ritapiret (2016-2018) dan Teater Pilar (Teater Kampus IFTK Ledalero, 2018-2021). Beberapa tahun terakhir mencoba menyutradarai teater. Karya terakhir yang diikuti adalah sutradara teater “Pulang” (Pertunjukkan Rakyat Volume II oleh Kominfo, 2021), penulis naskah dan aktor teater “Tutorial Menjadi Warga Super Premium” (Festival Golokoe, Agustus 2022), performer baca puisi di music showcase Malam Turo Vol. 2 yang diadakan oleh komunitas Videoge (Agustus, 2022), aktor di pertunjukan boneka “Rumah Baru Untuk Flo: The Hobbit From Flores” (2023) dan menjadi pupetters di film “Flo” yang ditayangkan di TVRI NTT.
Saputri Firman
Saputri Firman biasa dipanggil Putri. Ia baru saja menyelesaikan pendidikannya di Universitas Hasanuddin Makassar, jurusan Antropologi Sosial. Anggota jaringan Kekerabatan Antropologi Indonesia (JKAI). Anggota di komunitas Videoge. Saat ini bekerja sebagai admin di salah satu agen perjalanan wisata di Labuan Bajo. Kini hendak mencoba menulis.
Malam Turo Vol. 4 “Merenungkan Lagu-Lagu Pop Daerah Manggarai”
bersama Eddy Ngambut
bersama Silvester Adil Dala
Malam Turo Vol. 5 “Yang Bergema Dari Kota Dingin”
bersama Gemanusa Project
Malam Turo Vol. 6 “Selayaknya Lagu, Panggung Juga Bisa Diciptakan”
bersama Gabriel Nobear
Pimpinan Produksi
Rizky Atapuar
Sekretaris Produksi
Muhammad Baban Rabani
Bendahara Produksi
Grace Endo
Koordinator Acara
Musfika Syam
Pemandu Acara
Imelda Parera, Berry Unggas, Saputri Firman
Moderator
Marto Rian Lesit (Semacam Radio)
Manajer Panggung
Sandro Ambut
Tata Panggung / Artistik
Memo Johar
Kru Panggung
M Hairul Akbar, Syahril Anwar, Suleman
Tata Lighting
Saddam Husen
Soundman
Rizky Atapuar, M Hairul Akbar
Live Audio Recording
Bawakolong Record
Tim Tiket
Saputri Firman, Nanda Ngabut, Grace Endo, Serli Hagul
Konsumsi
Nanda Ngabut, Musfika Syam, Grace Endo
Dokumentasi
Ans Ikun, Indriyani Mukti Ali, Surahman, SyahrulBaco
Publikasi (Medsos & Website)
Saputri Firman, Yosefina Safira Intan
Produser: Aden Firman
Manajer Program: Marto Rian Lesit
SERI #3 | 7 JULI 2024
PERTUNJUKAN SITUS SPESIFIK (MUSIK-TARI) “SAWAH TERAKHIR”
Sebuah ‘silent performance’ musik-tari ini hendak merespons situs spesifik yang berada di dekat lahan perkantoran pemerintahan ibu kota kabupaten yang terletak di area Waemata sebagai penyaksi terdekat keberadaan sawah terakhir di dalam kota yang dilatari gunung Bowosie, hutan terdekat yang melatari kota. Kesenian ini hendak menunjukkan ‘kota tumbuh’ yang mengalami dan terpapar peristiwa percepatan pembangunan Kawasan Strategis Perkotaan Labuan Bajo yang kian didominasi sektor pariwisata sebagai pusat kota wisata yang dikendalikan dalam Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) tahun 2014 sebagai zona penunjang wisata alam dan kawasan cepat tumbuh.
Dengan begitu kota ini lantas diharapkan menjadi kawasan pengembangan dan peningkatan fungsi untuk mewujudkan kota-kota pusat pertumbuhan nasional—menempatkan kawasan perkotaan Labuan Bajo sejajar dengan Kota Kupang, Atambua, Waingapu, dan Maumere yang ditetapkan dalam RTBL Kawasan Strategis Perkotaan sebagai pusat pengembangan pada skala provinsi.
Proyek musik-tari ini didesain oleh Yon Patung dan berkolaborasi dengan Angelina Ayuni Praise yang diinisiasi oleh Kolektif Videoge, Sanggar TateKindArt dan Teater Siapa Kita menuju gelaran Pesta Kampung 2024 sebagai platform studi dan praktik seni pertunjukan terbuka yang dapat membangun relasi kreatif antara situs, seni pertunjukan, publik, kota, dan performativitas. Menempatkan kesenian sebagai bagian dari kenyataan spasial kota.
Karya seni pertunjukan ini dikemas dalam paduan musik dan tari yang terinspirasi dari warisan kebudayaan Manggarai tentang sawah dan aktivitas yang meliputinya. Menyoroti peninggalan pengetahuan budaya bertani ‘reang peti’ yang praktiknya kini mulai langka seturut alih fungsi lahan atau basis material kebudayaannya yang kian berubah.
Performer
Yon Patung
Yon Patung dengan nama lahir Yohanes Heppyson Patung. Jatuh cinta pada seni tradisional pada tahun 2016. Kemudian memulai karir di musik etnik saat di Malang bersama Etnicholic Project (2017). Salah satu anggota tim musik M2I di Museum Musik Indonesia (2018). Tahun 2019 kembali ke Manggarai dan membentuk group musik Gemanusa Project dan menciptakan karya lagu, komposisi, dan musik tari. Salah satu Seniman Residensi Rantai Bunyi di Maumere dan tampil di panggung Pekan Kebudayaan Nasional 2023 di Jakarta, difasilitasi Komunitas Kahe. Kesempatan lain Yon juga mengisi kegiatan workshop pembuatan alat musik tradisional sebagai pengrajin instrumen tradisional dan inovasi seperti jenis dawai, suling, cakatinding, kolintang pering dan perkusi bambu.
Angelina Ayuni Praise
Angelina Ayuni Praise lahir di Ruteng dan sejak kecil tinggal di Cowang Dereng. Ia bekerja sebagai penata dan instruktur tari di Labuan Bajo. Lulusan Prodi Seni Tari, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Kesenian Jakarta. Sehari-hari mengajar di SMKN 3 Komodo sebagai guru seni tari dan seni pertunjukan. Ia juga mendirikan sanggar TaTe KinD Art, jenama dari singkatan Tanah Mbate Kintal Dite dalam bahasa Manggarai berpengertian sebagai tanah tempat kami dalam warisan leluhur.
Fasilitator Ide
Berry Unggas
Berry Unggas. Saat ini tergabung dalam komunitas Teater Siapa Kita, Labuan Bajo. Sebelumnya aktif di Komunitas Teater Tanya Ritapiret (2016-2018) dan Teater Pilar (Teater Kampus IFTK Ledalero, 2018-2021). Beberapa tahun terakhir mencoba menyutradarai teater. Karya terakhir yang diikuti adalah sutradara teater “Pulang” (Pertunjukkan Rakyat Volume II oleh Kominfo, 2021), penulis naskah dan aktor teater “Tutorial Menjadi Warga Super Premium” (Festival Golokoe, Agustus 2022), performer baca puisi di music showcase Malam Turo Vol. 2 yang diadakan oleh komunitas Videoge (Agustus, 2022), aktor di pertunjukan boneka “Rumah Baru Untuk Flo: The Hobbit From Flores” (2023) dan menjadi pupetters di film “Flo” yang ditayangkan di TVRI NTT.
Aden Firman
Aden Firman bekerja dengan audio-visual, kearsipan seni, grafikawan dan sempat menjadi penata letak sejumlah buku terkait isu perkotaan, kebudayaan, dan seni rupa kontemporer bersama Tanahindie saat berada di Makassar. Pulang kampung melanjutkan komunitas Videoge atau dengan nama resmi Videoge Arts and Society melalui program kolektif, kesenian dan lintas disiplin yang berbasis di Labuan Bajo. Kontributor-penulis dan peniliti di sejumlah buku yang merekam pengetahuan tempatan dan kebudayaan kontemporer, anak muda dan kota meliputi “Ramuan di Segitiga Wallacea: Siasat Pengobatan Warga Selat Makassar, Laut Flores, Hingga Teluk Cendrawasih” (Penerbit Makassar Biennale x Tanahindie, 2020), “Hai Kawan, Masihkah Kita Ada di Jalan Yang Sama?” (Kedai Buku Jenny, 2021), “Resep Tetangga: Kumpulan Resep Masakan Warga Pesisir Labuan Bajo” (Videoge, 2022), “Sedikit ke Timur” (Kedai Buku Jenny x Prolog, 2022), dan” Riwayat Gunung dan Silsilah Laut: Sejarah Baru tentang Air, Perkampungan dan Migrasi di Makassar, Nabire, Labuan Bajo, Parepare, dan Pangkep” (Makassar Biennale x Tanahindie, 2023). Di kesempatan lain mengerjakan juga proyek musik solonya di Bunyi Waktu Luang, ikut membentuk kelompok musik instrumental Mori dan kadang-kadang mengerjakan sejumlah proyek desain musik tari, teater, film pendek dan dokumenter.
Fotografer
Ans Ikun
Ans Ikun, kreator muda yang mulai berdedikasi dan bekerja dengan seni fotografi sejak 2018. Ia sempat memotret untuk katalog produk pengembangan destinasi Flores Created (Creative Enterprenerurship for Accelerating Tourism and Local Economic Develoment) di Bajawa, Ngada. Memotret juga penyusunan paket wisata dan identifikasi poin of interest desa wisata Liang Ndara dalam program Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Merekam perlombaan tari tradisional oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Nusa Tenggara Timur dalam rangka Hari Konservasi Alam Nasional tahun 2021. Ans sempat berkuliah di Bali dengan konsentrasi Manajemen Bisnis Pariwisata dan saat ini mengajar di SMKN 3 Komodo sejak 2021 sebagai guru bidang Pariwisata jurusan Wisata Bahari dan Ekowisata sekaligus mendapati pekerjaan tambahan sebagai tim kreatif digital marketing sekolah. Selain itu, ia sehari-hari mengelola potensi desa sebagai sekretaris kelompok sadar wisata di kampung halamannya, Desa Liang Ndara, Melo. Bergabung dengan komunitas sebagai tim dokumentasi di kegiatan Festival Kampung Katong (RMI x Lakoat.Kujawas x SimpaSio Institute x Videoge, 2023), Pesta Kampung 2023 (Videoge), Makassar Biennale 2023 - Labuan Bajo (Yayasan Makassar Biennale x Tanahindie x Videoge), dan intimate concert Ceasefire Now, Save The Kids ( Pusakata x Dompet Dhuafa x Videoge, 2023).
Inisiator



Dukungan bersama



Pimpinan Produksi
Berry Unggas
Sekretaris Produksi
Muhammad Baban Rabani
Bendahara Produksi
Nanda Ngabut
Teknikal
M Hairul Akbar, Syahril Anwar, Willy Dou, Rizky Atapuar
Dokumentasi
Kolektif Videoge
Audio Recording
Bawakolong Record
Konsumsi
Musfika Syam, dkk
SERI #4 | JULI - SEPTEMBER 2024
SOUND OF MANGGARAI (Pilot Project)
Sound of Manggarai—pada produksi perdananya—merupakan proyek purwarupa direktori pengetahuan dan pengalaman warga dalam kebudayaan bernyanyi yang disebut sebagai rindo atau dere yang tersebar di kampung-kampung bagian barat Manggarai berupa pendokumentasian, pencatatan dan pengarsipan audio.
Apa yang disebut sebagai pendirektorian merupakan istilah yang sudah ada dalam keilmuan komputer yang artinya serupa dengan sistem berkas atau yang dikenal sebagai folder atau drawer—jalur menentukan nama disk (komponen perangkat keras), atau lokasi (address system), dan semua laci penyimpanan yang mengarah ke file yang ditentukan—membentuk struktur direktori. Itu semacam mesin tata kelola penyimpanan dan pengelompokkan data yang sistematis.
Dalam konteks praktik pendokumentasian kebudayaan, cara kerja ini disebut sebagai direktori seni yang menunjukkan kerja pengarsipan kesenian berupa data dan informasi yang telah dikelola berdasarkan penomoran, pengurutan maupun kategorisasi. Cara ini juga membantu pengelolaan data dapat kita simpan, kenali dan kita temukan dalam perbendaharaan arsip pengetahuan budaya yang sudah dikumpulkan.
Sound of Manggarai memungkinkan menjadi proyek pengarsipan kumpulan berkas, data dan informasi yang inovatif dalam mengarsipkan banyaknya budaya bernyanyi yang tersebar di Manggarai yang memungkinkan untuk didirektorikan berdasarkan dari mana nyayian itu berasal (kampung), nama pelantun (pewaris lagu dan budaya caci), hingga menandai judul setiap nyayian. Itu serupa ribuan berkas lagu yang ditumpuk di banyak laci buku maupun drive penyimpanan di jagat internet, tetapi dapat kita temukan dengan mudah jika ada model pendirektoriannya. Baik itu berupa pencatatan dalam buku, digitalisasi, atau lebih jauh lagi merancangnya menjadi sistem berbasis bahasa pemrograman komputer.
Pendokumentasian budaya bernyayi ini diarsipkan berdasarkan situasi pelantun saat direkam, mengingat goet (pepatah atau syair) yang digunakan cenderung intuitif dan beragam yang disesuaikan pelantun untuk kebutuhan atau tujuan tertentu walaupun iramanya bisa saja sama. Sebagai rekomendasi, pendirektorian ini memungkinkan dapat dikerjakan dengan pendekatan kategorisasi spasial yakni dimulai dari rekaman yang lebih spesifik yang dimulai dari kampung per kampung. Namun sebagian berar lagu di dalam album direktori ini mengupayakan deretan daftar lagu yang sering maupun umum dibawakan yang disebut sebagai lagu lama.
Inilah proyek percobaan kecil penderiktorian warisan budaya bernyanyi (rindo atau dere) berupa perpaduan buku dan album lagu yang tersinkronisasi dengan music digital platform.
Aden Firman
Labuan Bajo, 20 September 2024
Suara dari Golo Mbeliling | Sound of Manggarai
Suara dari Kampung Rai | Sound of Manggarai
Suara dari Kampung Redo | Sound of Manggarai
Suara dari Labuan Bajo | Sound of Manggarai
Produser / Peneliti
Aden Firman
Tim Kerja
Ans Ikun, Musfika Syam & Muhammad Burhanudin Rabani
Mitra Komunitas / Program
Kolektif Videoge & Pesta Kampung
Audio Recording
Bawakolong Record
Dimungkinkan oleh
Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XVI NTT
(Bantuan Perseorangan Fasilitasi Pemajuan Kebudayaan Tahun 2024)
SERI #5 | 12 OKTOBER 2024
RESEP MASAKAN MERTUA:
MASAK, MAKAN, CERITA & MENULIS
Gelaran ini merupakan bagian dari penguatan subprogram DapurPecah yang diluncurkan pada 2022 lalu demi menguji coba praktik inovasi makanan dan menggerakkan kewirausahaan komunitas yang bertumpu pada dokumentasi pengetahuan dan pengalaman warga di Labuan Bajo dan sekitarnya. Kegiatan ini menjadi seri kelima pra-festival Pesta Kampung 2024 sekaligus bagian dari kelas tambahan internal komunitas untuk mendorong program Akademi Ulang Alik yang bertalian dengan program utama Penelitian, Seni dan Inovasi di komunitas Videoge Arts and Society.
Acara Resep Masakan Mertua difasilitasi oleh Musfika Syam. Mengundang teman memasaknya bersama Mama Suryati (mertuanya) untuk berbagi cerita selama memasak dan makan bersama yang dibarengi workshop menulis deskriptif yang dipantik oleh Aden Firman. Workshop ini dimungkinkan untuk melatih panca indera dalam menulis apa yang kita masak dan makan, mengurai pengalaman masak-masak dan makan-makan ini menjadi kalimat atau sesederhana menuangkan isi pikiran menjadi kata-kata.
Harapannya pada tahun berikut di Pesta Kampung 2025, latihan menulis ini untuk meneruskan draft tulisan lanjutan penelusuran cerita warga di sisi apa yang kita makan di tahun sebelumnya—melanjutkan buku “Resep Tetangga” dalam dua tahun terakhir.
Teman Memasak
Suryati
Pembawa Acara
Saputri Firman
Fasilitator
Musfika Syam
Pemantik Workshop
Aden Firman
Dokumentasi
Ans Ikun, Saddam Husen, Opy Indiyani
Teknis
Muhammad Burhanuddin Rabani, Yon Patung
SERI #6 | 28 OKTOBER 2024
PESTA BERNYANYI:
RINDO GAMI ATA KEMPO
Rindo gami ata Kempo artinya nyanyian kami orang Kempo. Sitiran dalam sepenggal syair lagu yang diciptakan Gabriel Nobear ini dipinjamkan untuk menandai seri keenam gelaran Road to Pesta Kampung bertajuk Pesta Bernyanyi dalam rangkaian pra-festival yang muncul belakangan sebagai respons dari penelusuran, pencermatan dan pencatatan pengetahuan budaya dalam siklus kerja telusur-rekam-salur pengetahuan dan pengalaman warga. Bahwa kedambaan mendorong festival sebagai ekosistem tak cukup penuh jika belum digenapi pula dengan muatan pengetahuannya.
Sejak Sound of Manggarai sebagai pilot project pendirektorian budaya bernyanyi orang Manggarai digerakkan dengan cara kerja yang parsial, membawa tim kecil di kolektif Videoge mencatatnya sebagai jendela masuk memandang pengetahuan budaya Kempo yang juga kita sadari jarang dibicarakan sebagai khasanah pengetahuan yang dimiliki kawasan barat Manggarai.
Oleh karena itu menyadari adanya kerja-kerja pendokumentasian dan pengarsipan kontekstual ini, demikian setimpal dengan menginisiasi festival yang relevan. Festival yang dimaksudkan sebagai perayaan-perayaan metode kerja yang disesuaikan dengan temuan-temuan atau kesadaran dalam proses berkarya. Dengan begitu kekayaan warisan budaya dan pengalaman sosial yang telah kita miliki sejak lama itu dapat memungkinkan terus berkembang dengan ragam respons kreatif.
Cara inilah yang hendak ditunjukkan Pesta Kampung sebagai ‘festival proses’ yang tak berhenti sebagai ‘proses berfestival’, tetapi sesungguhnya menyoroti daya jelajah dalam proses-proses pembelajaran sebagaimana apa yang terjadi dalam praktik baik eksplorasi dan eksperimentasi sebagai giat untuk menambah kekuatan, nilai estetika, atau motif dari suatu hal demi membangun proses pengkaryaan yang terus berkembang (work in progress) sepadan penyesuaian cara kita hidup dengan semangat zaman yang dinamis. Seturut pula membuka kemungkinan adanya media baru dan cara ungkap yang lain dalam praktik seni dan kewargaan—bertalian antara geliat percepatan kepariwisataan dan pemajuan kebudayaan melalui pendekatan eventual.
Dalam hal ini kesenian yang meliputi riset parsial memungkinkan untuk menguatkan perjalanan produksi karya dan wacananya. Lalu mengapa Kempo? Di sanalah pertanyaan ini dimulai sebagai manuver untuk mengisi kinerja telusur-rekam-salur dapat menemu-kenali orbitnya.
Mari memulainya dengan manga rindo, sebab mengorbitkan kembali budaya ini sama dengan merawat kearifan pengetahuan atas tubuh masa lalu kita mengalami alam raya Manggarai sebagai bukti lain yang sejak lama telah teruji sebagai warisan. Bagaimana pun merawat budaya berarti menjaga alam.
Aden Firman
Labuan Bajo, 25 Oktober 2024