
Kesadaran Sebelum Senja di Labuan Bajo
oleh Syahril Anwar
Saya ingat saat kuliah, liburan akhir smester tahun 2010-2017, teman-teman ada yang pulang kampung dan selalu membuat kegiatan. Dari membuat seminar kepemudaan, merayakan ‘agustusan’ dengan performance art, bakti sosial, main perkusi alat bekas saat takbiran lebaran, pameran, nonton bareng, dan lain-lain. Di sinilah juga semangat dan berbicara tentang impian membuat festival seperti Pesta Kampung kayaknya sempat diobrolkan pada masa-masa itu.
Saat itu orang Labuan Bajo di bagian pesisir, pencarian nafkahnya masih sebagian besar dan bahkan hanya nelayan, dari menangkap ikan dengan bagang hingga pemancing. Makanya paparah (tempat penjemuran ikan; baca juga di katalog “Kisah Kasih di Gang Kiwi”) sepanjang pantai itu pernah ada karena ikan yang begitu banyak juga dikeringkan di sana. Semenjak Labuan Bajo dinyatakan sebagai tujuh keajaiban dunia, juga gencar dipromosikan lewat Sail Komodo 2013, setelah itu memperlihatkan kita dengan momen para nelayan beralih profesi menjadi pemandu wisata dan perahu yang ada di sini juga berubah menjadi kapal pengantar wisatawan menuju destinasi pulau.
Labuan Bajo bagi saya terlalu cepat kemajuannya dengan adanya parawisata, yang saat itu kadang buat saya bingung bagaimana menghadapinya. Ditambah infrastruktur dibangun begitu cepat. Misalnya, dulu banyaknya paparah itu sepanjang pantai Kampung Air sampai Kampung Tengah yang kemudian direklamasi menjadi ‘jalan belakang’ yang sekarang ini dibilang sebagai waterfront yang tampak mengubahnya menjadi ‘jalan depan’. Itu juga kayaknya kita bisa respons perkembangannya dengan kegiatan kreatif.
Seingat saya, Aden sempat membicarakan ingin membuat kegiatan tahunan, ternyata yang hari ini diberinama Pesta Kampung. Sempat saya bertanya-tanya bagaimana itu festival yang dia maksud. Ternyata maksudnya adalah perayaan pengetahuan masa lampau, kelak paparah yang sudah hilang itu bisa direkam dalam karya, bisa juga nanti kita bikin dalam bentuk ala festival.

Seri #2 “Bagaimana Mengalami Kampung Air?” sebagai rangkaian dari Road to Pesta Kampung 2023: Festival Orang Biasa (21-25 Oktober 2022). Pra-festival ini berupa seri residensi dengan rangkaian pengamatan singkat, dialog, tur kampung dan dapur warga Kampung Air, pameran proses kreatif, hingga pertunjukan seni di tengah permukiman–satu dari enam permukiman kampung-kota pesisir Labuan Bajo. Kesempatan ini membuka tukar-tangkap pemahaman mengalami halaman kampung, baik dari pandangan orang lain (peserta residensi) maupun komunitas penyelenggara, Videoge sebagai tuan rumah. (Dokumentasi foto oleh Saddam Husen, Kolektif Videoge)
Adanya ide untuk membuat Pesta Kampung, cara yang mungkin sama seperti orang kampung terdahulu untuk kasih ramai kampung dengan adanya pesta, hanya mungkin semangat dan bentuknya dimodifikasi atau dikembangkan. Antara sadar dan tidak, sekarang kita mendokumentasikan kampung itu dengan cara yang dilakukan kolektif Videoge lewat Pesta Kampung 2023 yang saat itu tidak terlepas juga dukungan dari program Kampung Katong. Di sinilah, semangat yang sama tersambut juga lewat program ini.
Lewat program Kampung Katong yang dibarengi dalam Pesta Kampung tahun pertamanya, teman-teman Videoge membuat kegiatan peluncuran buku dari hasil pencermatan tentang makanan yang ada di pesisir Labuan Bajo dengan judul bukunya yaitu Resep Tetangga: Kumpulan Resep Makanan Warga Pesisir Labuan Bajo.
Buku Resep Tetangga ini dibuat karena merespons Citra, salah satu teman dalam komunitas yang punya pengetahuan tentang masak-memasak, maka dari itu kami mencoba mengangkat tema masakan di pesisir dan melanjutkan penggalian informasi, pengetahuan dan pengalaman warga seputar masak-memasak dan apa yang kita makan. Menurut saya semakin menarik karena tidak hanya berhenti di situ. Setelah melakukan ini, Videoge lanjut membuat peluncuran buku itu di kegiatan mini festival bertema “Merayakan Resep Warga” sebagai bagian dari pra-festival yang pertama untuk Pesta Kampung 2023.

Seri #1 Road to Pesta Kampung: Festival Orang Biasa bertajuk “Merayakan Resep Warga” (28 Agustus 2022). Dalam rangkaian ini awak Videoge mengumpulkan 96 daftar makanan dan kudapan yang diproduksi dan dikonsumsi warga yang bermukim di pesisir Labuan bajo. Sebanyak 64 menu memungkinkan tercatat dalam buku “Resep Tetangga: Kumpulan Resep Masakan Warga Pesisir Labuan Bajo” yang pertama kali diluncurkan di pra-festival ini dengan diskusi buku, pameran dan lokakarya kreaasi makanan, pasar anak muda, pertunjukan seni dan musik, dan arena bermain anak. (Dokumentasi oleh Bajo Production)
Untuk mengkonsepkan pra-festival ini saya tidak mengikuti prosesnya dikarenakan saya dan istri yang kebetulan ada di dalam komunitas Videoge sedang di masa kelahiran anak yang cantik bernama Ranya Alesha Veenya, hehe. Di sinilah kami berbagai tugas, kapan saya harus membagikan waktu bersama anak dan komunitas. Yang mengikuti banyak proses ini justru istri saya.
Kegiatan lain yang saya tidak ikuti juga adalah residensi Kampung Katong dengan rangkaian dialog bersama di Temu Rukun Tetangga dan Rukun Warga (Vol.1), Tur Kampung dan Dapur Warga, Pameran dan Pertunjukan Seni di Kampung Air sebagai seri kedua Road to Pesta Kampung 2023 dengan tema “Bagaimana Mengalami Kampung Air?”
Tidak ikut dikarenakan bertepatan dengan pekerjaan saya sebagai pemandu wisata, juga anak saya yang pada saat itu masih berumur tujuh bulanan. lagi-lagi saya dan istri membagi waktu. Jadi, ketika ada kegiatan di komunitas, salah satu dari kami harus ada yang tidak ikut. Saya hanya pantau saja dari kejauhan deh kegiatannya. Hehe.
Untuk rangkaian kegiatan yang saya sempat ikuti pada Oktober 2022 itu adalah pameran proses kreatif dan pertunjukan seninya di tengah pemukiman. Itu pun saya lagi-lagi tidak sempat ikut proses teman-teman dari awal persiapan. Kelihatannya ada antusiasme karena kegiatan ini yang pertama terjadi di tengah kampung dengan bentuk pesta yang lain ala komunitas seperti bermusik langsung di dalam gang perkampungan. Orang di Kampung Air juga cukup mengenal kami dengan baik sebagai anak-anak kecil yang sering bermain di situ dan berkegiatan di komunitas saat dewasa.
***

Peta tur kampung-kota “Dua Jam Sebelum Senja di Labuan Bajo”, 10 Agustus 2023. (Dokumentasi oleh Indriyani Mukti Ali, Kolektif Videoge)
Teman-teman di dalam komunitas ada yang berprofesi jadi guide dan agen trip. Melihat potensi itu, memantik saya, Oce Geong dan Ainul Firman mencoba mengenali Kampung Air dan apa saja yang terjadi sepuluh sampai dua puluh tahun terakhir dalam bentuk tur kampung-kota, setelah juga adanya workshop dokumentasi dan data spasial kampung di program Kampung Katong—seperti halnya melakukan pendokumentasian resep makanan di kegiatan sebelumnya.
Setelah beberapa lama, kami punya sedikit waktu untuk mengikuti workshop mengenai interpretasi tur. Materi ini dibawakan oleh Boe Berkelana yang difasilitasi kolektif Videoge di Bawakolong Space. Awalnya kami belum yakin dengan jenis wisata minat khusus ini. Ada apa saja cerita tentang kampung ini, kenapa harus kampung dalam kota, bagaimana itu bisa bernilai di mata wisata, dan sebagainya. Tapi, karena diberikan workshop sampai tiga kali tentang ini, kami jadi ada sedikit gambaran. Diberikan juga beberapa informasi di kegiatan Tur Kampung dan Dapur Warga di kegiatan sebelumnya yang diinisiasi oleh Videoge.
Akhirnya saya, Oce dan Ainul bersepakat untuk bertemu di Bawakolong lagi di suatu sore untuk mencoba menyusuri kampung sambil mengingat pengalaman sewaktu masa kami kecil hingga dewasa dan hubungannya dengan materi yang diberikan. Hingga di setiap jalan ada beberapa orang tua kami temui dan tanyakan tentang cerita bagaimana kampung ini di masa mereka dan bagaimana sekarang. Kami mulai merasakan sedikit bergairah dari apa maksud dan tujuan interpretasi tur ini.

Syahril, Ainul, dan Oce yang memandu tur keliling kampung “Dua Jam Sebelum Senja di Labuan Bajo” saat simulasi setelah melakukan workshop interpretasi tur. (Foto: Indriyani Mukti Ali, Kolektif Videoge)
Setelah kami melihat dan menelusuri Kampung Air, karena waktu sudah mau malam, kami bersepakat setelah waktu magrib kita evaluasi kembali di Bawakolong mengenai apa yang kita temui di perjalanan kita hari ini. Berdiskusi apa saja tempat tadi yang berpotensi bisa diceritakan dan membuat jalur peta turnya yang diberi tema “Dua Jam Sebelum Senja di Labuan Bajo” sebagai seri kelima Road to Pesta Kampung 2023 yang lalu.
Beberapa hari kami sempat tidak ketemu dikarenakan masing-masing kami punya aktivitas dan pekerjaan lain. Kami bersepakat menentukan waktu dan tanggal yang cocok untuk mencoba simulasi sendiri untuk rute tur kampung-kota ini. Tepat sebelum dua minggu puncak Pesta Kampung 2023, saya, Oce dan Ainul mencoba, salah satu dari kami untuk memandu, lainnya jadi peserta tur. Kami meeting poin dan start dari Jalan Soekarno Hatta, Kampung Tengah di mana Bawakolong berada dan menjelaskan history di baliknya, begitupun dengan tempat-tempat lain yang sudah kami list.
Di pertengahan menjalani rute tur ini, kami merasa sedikit tidak sesuai ekspektasi. Tidak seperti memandu wisata yang biasa kami lakukan, penjelasan kami masih kurang dan kaku. “Mungkin karena belum ada peserta atau memang kita belum percaya diri dan kurang data,” ujar Ainul. Setelah simulasi tim kecil ini, malamnya Saya dan Oce evaluasi lagi di meja kerja kantor trip biasa saya bekerja yang berada di lantai dua Bawakolong. Kami mencoba lagi saling menjelaskan perjalanan tur sore tadi sesuai rute dalam peta.

Salah satu titik kunjung dalam tur di Kampung Air (Foto: Indriyani Mukti Ali, Kolektif Videoge)
Jelang seminggu puncak Pesta Kampung, kami kembali simulasi bersama Boe dan rekan-rekan yang kita undang dan bergelut di bidang parawisata untuk mejadi peserta tur. Kami bertiga sempat gelisah karena pada hari itu, sebelum tur dimulai hasil dari tur hari sebelumnya mestinya sedikit didiskusikan dahulu bersama Boe. Saya sempatkan meneleponnya, kalau bisa untuk datang lebih awal untuk mengevaluasi bersama tentang hubungan materi tentang interpretasi tur dan informasi yang kami sudah kumpulkan. Kami sempat mengundangan Pak Chrispin Mesima untuk turut menemani kami, tapi tak sempat datang karena bertepatan dengan kegiatan dinas.
Sampai waktunya semua teman-teman undangan sudah datang, kami langsung memulai tur kami dan langsung jalan mengikuti peta yang sudah ada. Mulai dari Kampung Tengah, lanjut ke Tanjung Laiba, hotel dan gang Matahari, ke gudang ikan di Kampung Air; gang kiwi, gang yang dihuni rumah-rumah orang Bima, Bugis, Ende, Bajo, rumah guru mengaji, deretan rumah pegiat kuliner, sumur tua, rumah dukun beranak, Lorong Masjid lalu ke Pasar Lama, lanjut ke mata air mual, rumah pengusaha kapal wisata, gang bermain playstation, sampai studio saluran tv kabel, hingga kediaman H. Sunting. Tidak lupa juga kami sempat mampir ke tempat penyimpanan gudang bekas penyimpanan barang-barang dagang yang kemudian sudah menjadi kos-kosan. Tur berakhir saat matahari mulai tenggelam di halaman pantai waterfront Kampung Air.
Setelah selesai tur, kami sempatkan waktu untuk evaluasi dan memberi penilaian kepada tim tur ini yang dipandu oleh Boe. Nilai yang diberikan para peserta tur diangka yang memuaskan. Tapi kami justru merasa masih banyak yang harus kami gali atau dengarkan lagi cerita-cerita warga tentang apa yang dimiliki Kampung Air ini.

Peluncuran tur “Dua Jam Sebelum Senja di Labuan Bajo” sebagai salah satu rangkaian mata program dan acara di puncak Pesta Kampung 2023: Festival Orang Biasa, 19 sd. 21 September 2023. (Dokumentasi: Kolektif Videoge)
Kemudian tanggal 19 September, hari pertama puncak Pesta Kampung 2023, tapi baru di hari kedua saatnya kegiatan tur kampung-kota “Dua Jam Sebelum Senja di Labuan Bajo” dimulai. Oce saat itu sedang ada urusan lain, jadi hanya saya dan Ainul yang menemani peserta tur bersama rombongan adik-adik dari SMKN 3 Komodo. Perjalanan keliling kampung kembali kami lanjutkan dengan sedikit lebih baik dari simulasi yang sudah diuji sebelumnya.
Tunggu nanti ada lagi tur-kampung kota seperti ini, selanjutnya di Pesta Kampung 2024. ●